Ulasan Pasar & Ekonomi Desember 2025 - Artificial Intelligence Hype
Ulasan Pasar Global
Pasar saham sideways sepanjang bulan November, namun tetap positif
Pasar saham global mengalami penguatan sejak awal tahun. Rerata indeks saham global, yang terdiri dari indeks saham negara maju dan negara berkembang, mencatatkan kenaikan sebesar 17%. Indeks saham Korea Selatan (KOSPI) tercatat sebagai pemimpin indeks saham global, sementara indeks saham Denmark (OMX Copenhagen) menjadi yang paling tertinggal.
Indeks saham negara-negara berkembang relatif tertinggal dibandingkan dengan indeks saham global pada tahun ini. Indeks saham Afrika Selatan (FTSE/JSE), Brazil (BOVESPA), dan Meksiko (S&P/BMV IPC) tercatat berkinerja lebih baik. Di sisi lain, indeks saham Thailand (SET), Filipina (PSEi), dan Malaysia (FTSE KLCI) relatif tertinggal sejak awal tahun.

Indeks saham negara-negara maju mencatatkan hasil positif pada tahun ini. Indeks saham yang relatif unggul adalah Korea Selatan (KOSPI), diikuti oleh Hong Kong (Hang Seng), Kanada (S&P/TSX), dan Jepang (Nikkei 225). Sementara indeks saham Denmark (OMX Copenhagen), Swedia (OMX Stockholm), dan Eropa (STOXX 600) tercatat tertinggal.
Dari sisi kinerja sektoral saham pada kawasan-kawasan ekonomi besar di dunia, sektor Keuangan, Teknologi, dan Utilitas cenderung memimpin sejak awal tahun. Sementara sektor Barang Konsumen Primer, Barang Konsumen Non-Primer, dan Energi relatif tertinggal.

Sepanjang November 2025, pasar saham global memasuki fase cooling-off setelah reli cukup kuat di bulan-bulan sebelumnya. Indeks S&P 500 melemah tipis, sementara Nasdaq, indeks saham teknologi, terkoreksi lebih dalam akibat aksi ambil untung. Eropa dan Jepang justru menunjukkan kinerja yang relatif lebih kuat. Sejumlah indeks utama Eropa masih mampu mencetak kenaikan bulanan dan mempertahankan posisi dekat rekor tertinggi. Saat ini, pasar menunggu keputusan the Fed terkait dengan kebijakan suku bunga.
Ulasan Makro Ekonomi Indonesia
Upaya Bank Indonesia untuk meningkatkan inflasi dan pertumbuhan kredit
Di Bulan November 2025 Bank Indonesia kembali mempertahankan suku bunga acuannya di level 4,75%, sejalan dengan keputusan Bank Sentral AS, The Federal Reserves, yang mempertahankan suku bunga acuannya di level 4%. Adapun sepanjang tahun ini Bank Indonesia sudah menurunkan suku bunganya sebanyak 125 basis poin, lebih agresif dibandingkan The Fed yang menurunkan suku bunganya sebanyak 50 basis poin di sepanjang tahun ini.

Inflasi Indonesia di bulan November 2025 tercatat sebesar 2,72% secara tahunan, sedangkan Inflasi inti tercatat sebesar 2,36% secara tahunan. Inflasi masih dalam tren kenaikan sejak awal tahun 2025, seiring kebijakan BI yang menurunkan suku bunga acuannya. Adapun Inflasi saat ini berada dalam target BI sebesar 2,5±1%.

Walaupun BI sudah menurunkan suku bunganya 125 basis poin sepanjang tahun ini, pertumbuhan kredit masih dalam tren menurun dalam 1,5 tahun terakhir. Kredit perbankan di bulan Oktober 2025 tumbuh 6,96% secara tahunan. Kredit modal kerja tumbuh paling rendah sebesar 2,14% sedangkan kredit investasi tumbuh paling tinggi sebesar 15,01%.

Tema Investasi Khusus: AI (Artificial Intelligence) Hype
Momentum Digital
Tahun 2025 menandai lonjakan signifikan dalam investasi ke sektor AI. Banyak perusahaan lintas sektor, termasuk teknologi, manufaktur, layanan, hingga infrastruktur digital, mempercepat investasi ke AI, terutama dalam pembangunan data center, chip dan cloud computing, seiring meningkatnya adopsi AI generatif dan otomasi. Aktor besar dan korporasi global menilai bahwa AI bisa menjadi tulang punggung inovasi dan pertumbuhan jangka panjang.
Dana ventura (VC) global juga mengalir deras ke startup dan perusahaan AI. Tahun ini lebih dari separuh aliran dana VC dunia diklaim menyasar sektor AI. Tren ini menunjukkan bahwa investor melihat AI bukan lagi sekadar niche atau eksperimental, melainkan sebagai bagian utama dari strategi investasi global ke depan. Arus investasi ini juga terjadi dalam bentuk circular financing, yakni perusahaan pelaku teknologi saling berinvestasi dan melakukan pengadaan bahan baku dengan satu sama lain.

Efek dari gelombang modal ini tercermin dalam valuasi pasar saham: banyak perusahaan di sektor teknologi dan infrastruktur AI meraih valuasi tinggi dan mendapat sentimen positif dari pasar. Harga saham di sektor ini tampak didorong oleh ekspektasi terhadap potensi masa depan, seperti adopsi teknologi dan pertumbuhan profit.

Namun beberapa sinyal memperingatkan bahwa valuasi telah mulai overvalued dan menandai potensi adanya bubble. Baru-baru ini sejumlah saham terkait AI mengalami koreksi, dan pengelola dana besar memperingatkan bahwa eksposur ke AI dipandang sebagai “tail risk” terbesar menuju 2026. Beberapa analis menyebut bahwa gejala mirip gelembung di akhir 1990-an (era dot-com) sudah mulai terlihat: valuasi tinggi, optimisme besar, tetapi belum jelas seberapa signifikan tingkat laba dari investasi besar-besaran ini.
Bagi investor institusi maupun klien Manajer Investasi, kondisi saat ini menuntut pendekatan hati-hati dan selektif. Eksposur ke sektor AI tetap menjanjikan, terutama pada perusahaan dengan fundamental kuat dan adopsi bisnis nyata. Tetapi, penting untuk mengelola alokasi dengan bijak, menjaga diversifikasi portofolio, dan memantau realisasi keuntungan secara rasional, bukan sekadar euforia pasar.
Download Ulasan Pasar dan Ekonomi Bulan Desember 2025 selengkapnya