Kilas Pasar
Indeks saham di Amerika Serikat bergerak menguat pada hari Senin (14/8). Dow, S&P 500, dan Nasdaq terapresiasi masing – masing sebesar 0.07%, 0.58%, dan 1.05%. Dari Eropa, indeks bergerak bervariasi. FTSE 100 terdepresiasi sebesar -0.23% dan STOXX600 terapresiasi sebesar 0.15%.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diperdagangkan pada level Rp.15,350. Dari komoditas, perdagangan minyak Brent dan WTI bergerak menguat masing-masing sebesar 0.14% dan 0.08% diperdagangkan pada level US$ 86.33 dan US$ 82.56 per barel.
Indeks acuan Asia, KOSPI Korea Selatan terdepresiasi sebesar -0.79%, NIKKEI Jepang bertumbuh sebesar 0.82%. Perdagangan indeks futures Amerika Serikat bergerak menguat pada pagi hari ini dengan Dow, S&P, dan Nasdaq terapresiasi masing – masing sebesar 0.01%, 0.11%, dan 0.20%.
Isu Ekonomi dan Pasar
Bank Sentral Amerika Serikat (AS) diperkirakan baru menurunkan suku bunga acuan pada pertengahan tahun depan. Ekonom Goldman Sachs Group memprediksi bahwa tingkat suku bunga mulai diturunkan pada akhir Juni 2024 mendatang, dan terjadi secara bertahap setiap kuartal. Goldman Sachs memprediksi bahwa rapat FOMC tidak akan mengubah posisi bunga di rapat bulan berikutnya. Diprediksi angka inflasi inti sudah melambat pada November 2023. (Kontan)
Rupiah menunjukkan tanda-tanda pelemahan pada penutupan perdagangan Senin (14/08) sebesar 0,63 persen atau 96 poin menjadi Rp 15.315 per dolar AS dari sebelumnya Rp 15.219 per dolar AS. Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan tersebut terjadi karena dipengaruhi permintaan dolar Amerika Serikat (AS) yang semakin diminati setelah rilis indeks harga produsen atau Producer Price Index (PPI) AS meningkat. Tidak hanya itu, Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra juga berpendapat bahwa rupiah berpotensi melemah terhadap dolar AS seiring kenaikan tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS yang dipicu oleh penurunan peringkat utang AS serta risiko kenaikan inflasi. (Investor)
Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono mengatakan bahwa kebijakan devisa hasil ekspor (DHE) berpotensi menambah retensi devisa hingga sekitar US$ 60 miliar. Bila menilik data Badan Pusat Statistik (BPS), capaian ekspor pada sepanjang tahun lalu sebesar US$ 291,98 miliar atau bila dibulatkan sekitar US$ 292 miliar sehingga apabila angka ekspor diasumsikan tidak berubah pada tahun ini, maka diperkirakan tetap menambah retensi devisa hingga US$60 miliar meskipun pertumbuhan ekspor saat ini makin melambat seiring dengan koreksi harga komoditas global. (Kontan)
Best Regards,

Leave a Reply