Kilas Pasar
Indeks saham di Amerika Serikat bergerak bervariasi pada hari Jumat (11/8). Dow terapresiasi sebesar 0.30%, S&P 500 dan Nasdaq terdepresiasi masing – masing sebesar -0.11% dan -0.68%. Dari Eropa, indeks bergerak melemah. FTSE 100 dan STOXX600 terdepresiasi masing – masing sebesar -1.24% dan -1.09%.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diperdagangkan pada level Rp.15,300. Dari komoditas, perdagangan minyak Brent dan WTI bergerak menurun masing-masing sebesar -0.14% dan -0.19% diperdagangkan pada level US$ 86.62 dan US$ 83.05 per barel.
Indeks acuan Asia, KOSPI Korea Selatan terdepresiasi sebesar -0.51%, NIKKEI Jepang menurun sebesar -0.48%. Perdagangan indeks futures Amerika Serikat bergerak melemah pada pagi hari ini dengan Dow, S&P, dan Nasdaq terdepresiasi masing – masing sebesar -0.03%, -0.02%, dan -0.01%.
Isu Ekonomi dan Pasar
Pelemahan permintaan baik domestik maupun dari luar negeri menghambat momentum pemulihan ekonomi Tiongkok. Kebijakan bank sentral Tiongkok memangkas suku bunga dasar kredit pada Juni lalu belum mampu mendongkrak penyaluran kredit baru. Dilansir dari Reuters, perbankan Tiongkok hanya mencatatkan penyaluran kredit baru dalam yuan sebesar 345,9 miliar yuan atau setara US$ 47,80 miliar pada Juli 2023, merosot 89% dari Juni. Capaian ini juga menurun 49% secara tahunan dan merupakan level yang terendah sejak akhir 2009. Luo Yunfeng selaku Ekonom Huajin Securities mengatakan, data pinjaman yang buruk mencerminkan permintaan pembiayaan yang lemah dari ekonomi riil. (Kontan)
Kelesuan ekonomi China berpotensi akan menghambat aktivitas bisnis di Indonesia, terutama pada menyusutnya ekspor Indonesia karena salah satu mitra utamanya adalah Tiongkok. Hal ini tentu mempengaruhi neraca perdagangan Indonesia yang selama ini masih tercatat positif. Meskipun begitu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio N. Kacaribu menilai bahwa perekonomian Indonesia masih cukup kuat dengan ditopang oleh permintaan domestik. Salah satunya tercermin dari PMI manufaktur Indonesia yang masih berada dalam zona ekspansif. (Kontan)
Pertumbuhan ekonomi nasional konsisten berada di atas 5% selama 7 triwulan terakhir setelah pandemi. Hal ini menjadi modal kuat untuk menarik kemitraan ekonomi dalam jangka panjang, dengan memanfaatkan investasi pada bonus demografi dan teknologi. Sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia perlu mempersiapkan ekosistem kebijakan yang inklusif dan transparan agar menjadi salah satu mitra utama sebagai rantai pasok lithium di dunia. Hal ini didukung dengan posisi Indonesia sebagai penggagas pembahasan kerja sama ekonomi Critical Minerals dalam Indo-Pacific Economic Framework (IPEF) melalui pemanfaatan nikel untuk electric vehicle (EV). (Investor)
Best Regards,
SAM Investment

Leave a Reply