Kilas Pasar
Indeks saham di Amerika Serikat bergerak melemah pada hari Rabu (16/8). Dow, S&P 500, dan Nasdaq terdepresiasi masing – masing sebesar -0.84%, -0.77%, dan -1.17%. Dari Eropa, indeks bergerak menurun. FTSE 100 dan STOXX600 terdepresiasi masing – masing sebesar -0.63% dan -0.90%.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diperdagangkan pada level Rp.15,312. Dari komoditas, perdagangan minyak Brent dan WTI bergerak menguat masing-masing sebesar 0.57% dan 0.39% diperdagangkan pada level US$ 84.28 dan US$ 80.72 per barel.
Indeks acuan Asia, KOSPI Korea Selatan terdepresiasi sebesar -0.40%, NIKKEI Jepang menurun sebesar -0.42%. Perdagangan indeks futures Amerika Serikat bergerak menguat pada pagi hari ini dengan Dow, S&P, dan Nasdaq terapresiasi masing – masing sebesar 0.11%, 0.07%, dan 0.03%.
Isu Ekonomi dan Pasar
Tekanan ekonomi Tiongkok membuat beberapa lembaga pengelola dana internasional menurunkan proyeksi ekonomi negara tersebut. JP Morgan misalnya, menurunkan target pertumbuhan ekonomi Tiongkok dari 6,4% menjadi 4,8%, Barclays menurunkan proyeksinya dari 4,9% menjadi 4,5% dan Mizuho dari 5,5% menjadi 5%. Menurut laporan Reuters, tekanan ekonomi yang dialami Tiongkok membuat akses data ekonomi yang dipublikasi dan dapat diakses menjadi lebih dibatasi oleh otoritas pemerintahan. (Kontan)
Surat Berharga Negara pada tahun 2024 diproyeksi akan terbit hingga Rp666.4 triliun atau meningkat 84% dibandingkan dengan prospek anggaran pendapatan dan belanja negara 2023. Prioritas penerbitan SBN yang dilakukan oleh pemerintah ini bertujuan untuk mengendalikan risiko nilai tukar dan pendukung pengembangan pasar keuangan domestik. Pemerintah memperkirakan imbal hasil SUN acuan tenor 10 tahun mencapai 6.7% dengan inflasi sebesar 2.8% secara tahunan dan kurs USD terhadap rupiah sebesar Rp15.000. Lebih lanjut, berdasarkan data Penilai Harga Efek Indonesia, penerbitan SBN netto yang tertinggi sejak 2018 terjadi pada tahun 2020 dan terus melandai hingga 2023. (Bisnis)
Pemerintah membidik target pertumbuhan ekonomi tahun 2024 sebesar 5.2%, sedikit di atas outlook tahun 2023 yang sebesar 5.1%. Merespons hal ini, pemerintah perlu mengalokasikan target belanja 2024 mencapai Rp3.304,1 triliun di tengah ketidakpastian global yang terdiri dari pengetatan kebijakan moneter bank sentral global, perang dagang Amerika Serikat-China, perang Rusia dan ukraina, hingga lonjakan inflasi. Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Samuel berpendapat bahwa target pertumbuhan ekonomi 2024 justru lebih rendah dari potensinya dengan terus menggenjot sisi efektivitas dan efisiensi investasi, mengingat rasio inefesiensi penggunaan modal alias ICOR Indonesia relatif lebih tinggi dibandingkan dengan negara lain. (Kontan)
Best Regards,

Leave a Reply