Kilas Pasar
Indeks saham di Amerika Serikat bergerak bervariasi pada hari Senin (21/8). Dow terdepresiasi sebesar -0.11%, S&P 500 dan Nasdaq terapresiasi masing – masing sebesar 0.69% dan 1.56%. Dari Eropa, indeks bergerak bervariasi. FTSE 100 terdepresiasi sebesar -0.06% dan STOXX600 terapresiasi sebesar 0.65%.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diperdagangkan pada level Rp.15,317. Dari komoditas, perdagangan minyak Brent dan WTI bergerak melemah masing-masing sebesar -0.18% dan -0.15% diperdagangkan pada level US$ 84.32 dan US$ 80.01 per barel.
Indeks acuan Asia, KOSPI Korea Selatan terapresiasi sebesar 0.53%, NIKKEI Jepang menguat sebesar 0.52%. Perdagangan indeks futures Amerika Serikat bergerak melemah pada pagi hari ini dengan Dow, S&P, dan Nasdaq menurun masing – masing sebesar -0.10%, -0.13%, dan -0.15%.
Isu Ekonomi dan Pasar
Bank Sentral Tiongkok (PBOC) memangkas suku bunga dasar pinjaman (loan prime rate/LPR) satu tahun sebesar 10 basis poin dari 3,55% menjadi 3,45% sedangkan LPR lima tahun dipertahankan di kisaran 4,20%. Dalam jajak pendapat oleh Reuters terhadap 35 pengamat pasar, kesemuanya memprediksi penurunan atas kedua suku bunga tersebut sehingga langkah PBOC dianggap di bawah ekspektasi. Masayuki Kichikawa selaku ahli strategi makro di Sumitomo Mitsui DS Asset Management mengatakan pembatasan besaran dan cakupan suku bunga oleh tiongkok dilakukan untuk melindungi nilai tukar Yuan dan stabilitas pasar mata uang. (Investor)
Bank Indonesia diyakini tetap menahan suku bunga acuan di level 5.75% dalam Rapat Dewan Gubernur BI yang dijadwalkan pada 23-24 Agustus 2023. Hal ini dilakukan untuk merespons berbagai ketidakpastian global yang terjadi, seperti pelemahan mata uang global termasuk Yuan China, pernyataan pejabat The Fed atas peluang kenaikan suku bunga acuan lagi di September 2023, hingga fenomena El Nino. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede berpendapat bahwa langkah ini dilakukan untuk menjaga stabilitas rupiah di tengah volatilitas pasar global, termasuk membatasi dampak inflasi barang impor. (Kontan)
Prospek penerbitan surat utang korporasi hingga akhir tahun masih cerah dengan mandat sebesar Rp44.9 triliun, lebih rendah dibandingkan dengan jatuh tempo penghujung 2023 yaitu Rp59.9 triliun. Surat utang korporasi dari sektor multifinance menempati posisi tertinggi, yaitu sebesar 32% dari total realisasi. Sektor lainnya yang juga menggalang dana lebih tinggi dibandingkan dengan nilai jatuh temponya adalah bubur kertas dan kertas, telekomunikasi, dan pertambangan. Sedangkan perbankan hanya memiliki nilai surat utang jatuh tempo sebesar 18% dari total Rp82 triliun. Meskipun begitu, penerbitan surat utang perbankan terbatas. (Bisnis)
Best Regards,
SAM Investment

Leave a Reply