Kilas Pasar
Indeks saham di Amerika Serikat bergerak melemah pada hari Jumat (23/6). Dow, S&P 500, dan Nasdaq terdepresiasi masing – masing sebesar -0.65%, -0.77%, dan -1.01%. Dari Eropa, indeks bergerak melemah. FTSE 100 dan STOXX600 terdepresiasi masing – masing sebesar -0.54% dan -0.34%.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diperdagangkan pada level Rp.14,994. Dari komoditas, perdagangan minyak Brent dan WTI bergerak menguat masing-masing sebesar 0.41% dan 0.48% diperdagangkan pada level US$ 74.30 dan US$ 69.47 per barel.
Indeks acuan Asia, KOSPI Korea Selatan terapresiasi sebesar 0.44%, NIKKEI Jepang bertumbuh sebesar 0.21%. Perdagangan indeks futures Amerika Serikat bergerak meningkat pada pagi hari ini dengan Dow, S&P, dan Nasdaq terapresiasi masing – masing sebesar 0.19%, 0.22%, dan 0.29%
Isu Ekonomi dan Pasar
Goldmand Sachs memperkirakan kapitalisasi pasar saham di negara – negara berkembang akan melampaui Amerika Serikat (AS) dalam satu dekade ke depan. Perubahan ini sejalan dengan pertumbuhan penghasilan dan semakin mudahnya akses investor masuk ke pasar saham. Menurut analisis Goldmand Sachs, kapitalisasi pasar saham AS menyumbang porsi 42% terhadap pangsa pasar global pada 2022. Besaran ini diperkirakan akan turun jadi 35% pada 2030. Sementara kapitalisasi pasar bursa saham negara berkembang diprediksi bakal meningkat dari 27% menjadi 35% pada 2030. Kenaikan kapitaliasi pasar akan berlanjut. Kapitalisasi pasar negara berkembang diproyeksikan mencapai 47% di 2050 dan 55% pada 2075. Walau pangsa pasar kapitalisasi bursa negara berkembang bakal mengungguli AS, namun analis Goldman Sachs menekankan, ini tak bisa langsung diartikan performa saham – saham di Kawasan ini akan lebih baik. (Kontan)
Bank Indonesia (BI) mulai mewaspadai tekanan di pasar keuangan global. Apalagi BI melihat ada peluang The Federal Reserve (The Fed) mengerek suku bunga acuannya pada Juni nanti. Gubernur BI Perry Warjiyo menyebutkan, suku bunga acuan bank sentral AS pada bulan depan bisa di kisaran 5.5%. Perkiraan tersebut juga setelah Bank Indonesia melihat kondisi inflasi negeri Paman Sam yang masih tinggi. Meski memang ada penurunan inflasi Amerika Serikat, justru pergerakannya cenderung melambat. Bank Sentral AS memang masih menahan suku bunga di level 5.00% hingga 5.25%. Akan tetapi, pejabat The Fed bilang ada kemungkinan kenaikan suku bunga acuan lagi sebanyak dua kali apabila inflasi tak kunjung mereda. Dalam merespons kemungkinan tersebut, bank sentral akan mengoptimalkan tujuan stabilitas, salah satunya dengan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Bank Indonesia tak ragu untuk meningkatkan intensitas intervensi menggunakan cadangan devisa. Tujuannya adalah untuk tetap menjaga rupiah di tengah ketidakpastian yang meningkat saat ini. (Kontan)
Best Regards,

Leave a Reply