Kilas Pasar
Indeks saham di Amerika Serikat menguat pada hari Jumat (27/1). Dow, S&P 500 dan Nasdaq terapresiasi masing-masing sebesar 0.08%, 0.25% dan 0.95%. Dari Eropa, indeks FTSE 100 tumbuh sebesar 0.05%, STOXX600 terapresiasi sebesar 0.26%.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS diperdagangkan pada level Rp. 14.975. Dari komoditas, perdagangan minyak Brent dan WTI menguat masing-masing sebesar 0.45% dan 0.48% diperdagangkan pada level US$ 86.79 dan US$ 80.06 per barel.
Indeks acuan Asia, KOSPI Korea Selatan melemah sebesar -0.89%, NIKKEI Jepang terapresiasi sebesar 0.28%. Perdagangan indeks futures Amerika Serikat melemah pada pagi hari ini dengan Dow Jones, S&P dan Nasdaq terdepresiasi masing-masing sebesar -0.14%, -0.20% dan -0.24%.
Isu Ekonomi dan Pasar
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah akan mulai mengurangi skala insentif perpajakan seiring pulihnya kondisi dunia usaha. Seperti yang sudah diketahui, saat pandemi Covid-19 melanda pada awal 2020, kondisi dunia usaha mengalami keterpurukan. Hal ini terjadi salah satunya karena adanya kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat. ?Sekarang kita lihat hampir semua pengusaha sudah kembali pulih dan sektor-sektornya sudah mulai pulih maka berbagai macam insentif itu kita turunkan skalanya,? tutur Sri Mulyani dalam Konferensi Pers, di Cikarang Dry Port, Jumat (27/1). (Kontan)
Harga minyak dunia kembali melonjak seiring dengan bangkitnya ekonomi China, yang sebelumnya terpuruk akibat kebijakan Zero Covid, bakal mengerek permintaan. Para pedagang mencari petunjuk baru tentang prospek karena pasar keuangan China telah dibuka kembali setelah liburan Tahun Baru Imlek selama seminggu. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik di atas US$80 per barel, setelah merosot 2 persen pada minggu lalu karena kekhawatiran perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS). (Bisnis)
Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah menegaskan jumlah utang pemerintah hingga Desember 2022 yang mencapai Rp 7.733,99 triliun atau setara 39,57% produk domestik bruto atau PDB, tidak melanggar undang-undang dan masih aman. Jumlah tersebut, kata Said, jauh di bawah batas maksimal utang pemerintah sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yakni sebesar 60 persen dari PDB. “Saat ini posisi utang pemerintah sebesar 39,57% PDB, artinya masih jauh di bawah ketentuan undang undang, sehingga tidak ada norma peraturan perundang undangan yang dilanggar oleh pemerintah dalam menjalankan kebijakan utang,” ujar Said dalam keterangannya, Sabtu (28/1/2023). Said mengatakan, jika dibandingkan dengan negara lain yang sepadan dengan Indonesia, jumlah utang pemerintah saat ini, jauh lebih rendah rasionya dari PDB negara-negara tersebut. Dia mencontohkan, rasio utang India mencapai 89,26% dari PDB India, lalu Malaysia 63,3%, Filipina 60,4%, Afrika Selatan 69,9%, Thailand 59,6%, dan Vietnam 39,6%. (Investor)
Best Regards,